Minggu, 23 September 2012

peran sekolah


BAB I

PENDAHULUAN

Setiap menjelang tahun ajaran baru, hampir semua orang tua bingung mencari sekolah yang tepat untuk anak-anaknya. Sebagai orangtua, tentu kita ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita. Namun yang ada, kita justru pusing dibebani segudang pertanyaan. Seperti apa bentuk sekolah yang baik dan ideal? Apakah harga menjamin kualitas yang diberikan? dan lain sebagainya. "Ideal" menurut kamus bahasa Indonesia artinya sesuai dengan yang diharapkan.

A.    Latar Belakang
Sekolah sebagai institusi pendidikan perlu di bangun dan di kelola secara profesional, sehingga terwujud institusi pendidikan berkualitas. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari perencanaan, proses dan hasil pendidikan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan, sebagaimana yang telah ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria pendidikan itu sendiri.
Didalam perkembangan akhir-akhir ini dalam lingkup pendidikan, dimana para orang tua banyak yang ingin meletakkan pendidikan putra putrinya di lembaga pendidikan yang baik. Permasalahannya sekarang bagaimana sekolah yang ideal itu ?. Apabila kita tinjau lebih dalam, bahwa sekolah itu adalah sebuah amanah dari masyarakat. Mengingat Sekolah itu berada di tengah-tengah masyarakat dan kita ingin mencari dukungan dari masyarakat, dalam arti secara singkatnya pendidikan itu dari masyarakat untuk masyarakat, maka untuk membentuk suatu sekolah yang ideal tentu kita harus menggali kebutuhan apa saja yang sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan kami bahas beberapa persoalan tentang:
1.      Bagaimana cara membentuk Sekolah yang Ideal dalam Pendidikan?
2.      Faktor apa saja yang menunjang Sekolah Ideal dalam Pendidikan?
3.



C.    Tujuan

Tujuan di buatnya makalah ini untuk mengetahui sekolah seperti apa yang ideal menurut masyarakat. Dalam mewujudkan pendidikan yang ideal tentu tidak terlepas dari pendidikan, hal itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah. Oleh sebab itu segala sarana dan prasarana sekolah tersebut harus mendukung untuk tercapainya hasil atau output yang sesuai dengan yang diharapkan.
Pendidikan itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu dipersiapkan sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya output seperti yang diharapkan. Dan faktor budaya yang sesuai dengan norma-norma adalah hal yang sangat perlu dipertimbangkan dalam pembentukan sekolah yang ideal, sebab pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya.
Faktor lain yang perlu diperhitungkan juga mengenai Faktor Budaya, dimana pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya. Akan tetapi budaya perlu adanya filter yang sesuai dengan norma-norma kebudayaan kita. Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang baik perlu dikembangkan.
Mengenai metode pengajaran anak, hendaknya jangan disampaikan satu arah, artinya anak jangan hanya diberi informasi saja oleh pendidik tanpa menggali potensi dari anak didik. Oleh sebab itu metode yang tepat adalah menggali dan mengembangkan bakat dan minat diri siswa dan didukung dengan acuan dasar kurikulum yang tepat dan dalam makalah ini akan dijelaskan lebih terperinci lagi.











BAB II

PEMBAHASAN


A. Cara Mencari Sekolah Ideal

Tentunya orang tua berharap sekolah yang dipilih akan mampu menjadi tempat mengembangkan kemampuan anak secara optimal. Dalam makalah ini nantinya akan dijelaskan tentang bagaimana mencari sekolah yang ideal atau tepat bagi anak-anak.

1. Libatkan Anak Ketika Memilih Sekolah

Seharusnya selalu disadari dan dipahami oleh orang tua, bahwa yang nantinya sekolah adalah anak, bukan mereka. Maka, melibatkan anak dalam memilih sekolah merupakan langkah penting, meskipun usia prasekolah. Orang tua jangan menganggap remeh kemampuan anak, karena pada saat usia prasekolah anak mengalami perkembangan fisik dan mental yang sangat pesat.
Dalam buku "Magic Trees of Mind", Marianne Diamond menggambarkan, perkembangan kemampuan matematika dan intelegensia ruang pada anak diperkirakan dimulai pada usia satu tahun. Kemampuan bahasa anak malah sudah dimulai sejak masih dalam kandungan. Ini berarti, daya nalar dan logika anak pada saat akan memasuki sekolah dasar (6 tahun) sudah berkembang dengan baik.
Tinggal bagaimana orang tua merangsang kemampuan anaknya. Kondisikan agar proses mencari sekolah dasar tidak menjadi beban berat bagi si anak melainkan menjadi proses belajar yang menyenangkan. Bagaimana jika ternyata pilihan anak jatuh pada sekolah yang menurut orangtua kurang sesuai? Di sinilah peran orang tua diperlukan.
Pada saat orang tua telah membuat pilihan sekolah mana yang akan dimasuki anak nanti, buatlah kesepakatan sukarela dengan anak bahwa sekolah yang akan dimasuki adalah murni pilihan anak. Dengan demikian anak akan merasa bangga karena diberi kesempatan melakukan hal yang penting. Di sisi lain anak akan lebih bertanggung jawab karena merasa sekolah yang dimasukinya adalah pilihannya sendiri.



2.      Ketahuilah Visi dan Misinya

Banyak ahli yang mengingatkan tentang pentingnya aspek visi dan misi pendidikan yang disandang suatu sekolah. Sekolah yang memiliki kualitas baik tentu saja memiliki visi dan misi yang jelas, terukur dan realistis. Untuk dapat mengetahui visi-misi sekolah yang diinginkan, dapat dilihat di buku profil, brosur, papan nama atau media publikasi yang digunakan oleh sekolah tersebut. Dari visi dan misi yang dipaparkan dapat terlihat bagaimana orientasi tujuan dan profil output yang akan dihasilkan.
Pernyataan visi dan misi ini dapat dipotret dari beberapa aspek, antara lain aspek keagamaan, akademis, mental, perilaku, kecakapan hidup, kemandirian dan kewirausahaan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, orang tua saat ini masih memandang aspek akademis menjadi pertimbangan pertama dalam memilih sekolah. Maka, tidak heran jika banyak orang tua yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan sekolah dengan prestasi akademik tinggi.
Pihak sekolah pun akan melakukan seleksi ketat terhadap calon siswanya. Hanya siswa yang memiliki IQ tinggi yang dapat diterima di sekolah yang bersangkutan. Dari kasus ini, jelas terlihat bahwa sebenarnya yang unggul sekolah atau siswanya. Sangat masuk logika, jika sekolah yang hanya menerima input baik-baik saja, kemudian out putnya juga baik. Karena jika suatu masyarakat tidak mengakui dan menerima lulusan suatu sekolah, maka sekolah tersebut akan gulung tikar jika tidak memperbaiki diri.
Oleh sebab itu, orang tua seharusnya tidak lagi terjebak pada istilah-istilah sekolah favourit, unggulan, plus dan lain-lain. Padahal yang dikembangkan hanya pada aspek kognitif saja atau academic minded. Sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu menggali, mengembangkan dan mengoptimalkan seluruh potensi anak.

3. Porsi Pendidikan Agama

Di era sekarang ini, dimana banyak kasus yang menimpa generasi penerus kita termasuk dalam hal ini para pelajar, mulai dari kasus tawuran, narkotika, pergaulan bebas dan perbuatan menuyimpang lainnya, maka peran pendidikan agama menjadi sangat signifikan terutama dalam membentuk kharakter dan perilaku siswa.
Pendidikan moral tertinggi terletak di dalam doktrin-doktrin agama yang diyakini seseorang. Melalui pendidikan agama yang cukup, diharapkan para peserta didik akan muncul kesadaran dan pemahaman yang benar mengenai tugas, peran dan tanggung jawabnya sebagai hamba Tuhan, anak, siswa dan anggota masyarakat. Sebagai implementasinya, anak mampu menghargai orang lain dengan segala perbedaan serta mampu memilah dan memilih kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan tidak.
Oleh karena itu, porsi pendidikan agama yang diterapkan oleh suatu sekolah hendaknuya menjadi bahan pertimbangan penting orang tua dan anak dalam memilih sekolah.
Kemungkinan jika kita ingin mendapatkan pendidikan agama yang lebih di sekolah negeri, nampaknya sulit diwujudkan. Pasalnya, sesuai aturan yang berlaku, sekolah-sekolah negeri hanya menerapkan 2 (dua) jam pelajaran agama dalam sepekan, kecuali inisiatif pihak sekolah untuk mengadakan jam tambahan Mungkin dari sini, sekolah-sekolah swasta yang berbasiskan agama dapat menjadi solusinya. Sekolah ini jelas-jelas memberikan porsi lebih banyak untuk pendidikan agama, bahkan sudah dipadukan dengan mata pelajaran lain, sehingga terdapat internalisasi nilai-nilai agama di setiap bahan ajar. Apalagi di jenjang pendidikan dasar, ibaratnya sebagai momentum peletakan pondasi bangunan kepribadian dan pengoptimalan seluruh potensi siswa. Maka, agama menjadi komponen paling penting dalam membentuk dan membangun kharakter siswa.

4. Profil Pendidik

Keberhasilan dari proses dan hasil output pendidikan tidak dapat dilepaskan dari andil guru. Boleh dikatakan guru sebagai ujung tombak pendidikan untuk mencetak dan mengkader generasi penerus yang didambakan. Apalah artinya kurikulum yang ideal jika tidak didukung oleh pelaksananya, yaitu sumber daya manusia yang cakap.
Maka tidak heran, jika pemerintah terus-menerus berusaha meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai program, mulai dari penataran-penataran, beasiswa pendidikan dan sertifikasi guru.
Raka Joni (1980) mengemukakan adanya tiga dimensi umum yang menjadi kompetensi tenaga kependidikan, antara lain:

(1) Kompetensi personal atau pribadi, maksudnya seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap yang patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

(2) kompetensi profesional, maksudnya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.

(3) Kompetensi kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas. Mungkin secara sederhana, ketika kita mengamati profil guru sebuah sekolah, bisa dilihat dari riwayat pendidikan, pengalaman mengajar, prestasi, penampilan, sikap dan gaya mengajar apabila dimungkinkan.

5. Gedung dan Fasilitas

Komponen pendidikan yang tidak kalah pentingnya adalah sarana dan prasarana yang mendukung. Mulai dari bangunan fisik, ruang kelas, taman, perpustakaan, laboratorium, sarana olah raga dan kesenian, arena bermain, kantin, perlengkapan kelas, sampai dengan alat peraga edukasi yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan bidang informasi dan teknologi, nampaknya bukan hal yang baru sebuah sekolah memiliki fasilitas akses jaringan internet dan website sendiri, dimana setiap stake holders dapat berinteraksi dan berkomunikasi di dunia maya.
Hal ini, akan sangat membantu bagi orang tua untuk memantau perkembangan putra-putrinya secara cepat tanpa harus secara fisik datang ke sekolah. Dengan didukung sarana dan prasarana yang baik, diharapkan semua peserta didik dapat belajar secara enjoy, nyaman, dan betah. Sekolah diibaratkan sebagai rumah kedua bagi anak-anak, sehingga sekolah yang baik mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan siswa. Hal yang perlu diperhatikan juga mengenai rasio jumlah siswa dengan luas ruangan kelas serta fasilitas pembelajaran yang lain.

6. Lokasi Sekolah dan Lingkungan

Lokasi yang dimaksud dapat dipandang dari jarak sekolah ke rumah, lingkungan sekitar dan sarana transportasinya. Bisa dibayangkan seorang anak harus bangun pagi-pagi sekali karena letak sekolahnya jauh. Tentu ia pulang dalam keadaan lelah karena jarak yang ditempuhnya memakan waktu yang lama. Belum lagi jika terjadi kemacetanlalu lintas, bisa dimungkinkan sering terlambat pulang maupun masuk sekolahnya. Lalu kapan ia bisa belajar di rumah dengan nyaman? Bagaimana ia bisa mengembangkan interaksi dengan anggota keluarga lain di rumahnya? Maka, faktor lokasi dan lingkungan ini hendaknya diperhatikan oleh orang tua dan anak itu sendiri dalam menentukan sekolah pilihannya. Perlu dipikirkan juga mengenai sekolah yang berlokasi di pusat perkotaan atau keramaian dan yang berada di pinggiran atau lebih dekat dengan suasana alam, semua memiliki plus-minus-nya.

7. Biaya pendidikan

Kemungkinan bagi sebagian kalangan, faktor biaya ini menjadi pertimbangan paling utama dalam memutuskan sekolah yang dipilih, terutama bagi masyarakat yang secara ekonomi kelas menengah ke bawah. Biaya pendidikan yang ditarik pihak sekolah secara umum terdiri iuran SPP, bantuan pembangunan/gedung, seragam, buku, praktikum dan kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah-sekolah yang dianggap favourit, unggul maupun plus biasanya juga akan memasang biaya pendidikan yang tidak murah.
Hal ini berkaitan dengan fasilitas pembelajaran dan program-program unggulan yang ditawarkan. Namun yang perlu diingat bahwa, tingginya biaya pendidikan yang diterapkan pihak sekolah hendaknya diikuti juga dengan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, sebelum menentukan pilihan sekolah, orang tua diharapkan sudah mampu mengukur kemampuan secara ekonomi tentang biaya pendidikan yang harus dikeluarkan termasuk anggaran lain di luar program sekolah, seperti uang saku, transportasi, perlengkapan sekolah dan lain-lain.

8. Ketertiban dan Kebersihan Sekolah

Kondisi sekolah yang nyaman, teduh, tenang, tertib dan lingkungan yang bersih tentu saja akan mendukung suasana proses pembelajaran. Berbeda dengan suasana sekolah yang terkesan kumuh, gersang, gaduh, penempatan perabot sekolah yang semrawut, dan tidak ada kedisiplinan yang diterapkan, maka proses belajar mengajar akan banyak terganggu dan kurang optimal hasilnya. singkatnya siswa di sekolah harus merasa senang dan betah seperti ketika berada di rumahnya sendiri (feels like second home).





9. Lihat Prestasi dan Keberhasilan Alumninya

Kriteria yang tidak boleh ditinggalkan dalam memilih sekolah yang ideal adalah prestasi dan profil output-nya. Sekolah yang baik, selain unggul di dalam proses, juga unggul pada hasilnya. Seperti telah diurakaikan di muka, yang disebut prestasi tidak hanya secara akademik, tetapi juga non akademik baik siswa, guru maupun institusinya.
Bagaimana perkembangan bakat dan potensinya, sikap, perilaku, kemandirian, keterampilan dan keahlian lain yang mendukung. Sedangkan Keberhasilan alumni dapat diukur dari lulusan sekolah dapat diterima di sekolah lanjutan yang kualitasnya baik serta memiliki life skill yang cukup untuk mampu eksis di tengah masyarakat.
Dari paparan di atas, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua dan anak di tengah euforia kebingungan mencari sekolah yang ideal. Terlebih-lebih dengan diterapkannya sistem penerimaan siswa baru (PSB) on line yang masih mengedepankan nilai akademik (ujian nasional) di dalam proses seleksinya. Hal ini, tentu saja membuat keresahan dan kepanikan tersendiri terutama bagi yang nilainya di bawah atau pas-pasan.
Kita berharap, kedepan sistem seleksi penerimaan siswa baru yang sekarang ini berlaku perlu dikaji secara mendalam, bukan komponen IT-nya (sistem on line), tetapi kriteria yang dijadikan alat penerimaan, yaitu hanya nilai ujian nasional. Oleh karenanya, pihak sekolah sendiri secara otonom yang dapat menentukan kriteria penerimaan siswa baru di tempatnya.

B. Landasan Filosofis Kurikulum

Pendidikan berperan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia, sebab pendidikan berpengaruh langsung kepada kepribadian ummat manusia. Pendidikan sangat menentukan terhadap model manusia yang dihasilkannya.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan, mempunyai kedudukan sentral; menentukan kegiatan dan hasil pendidikan. Penyusunannya memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kurikulum yang lemah akan mengahasilkan manusia yang lemah pula.
Pendidikan merupakan interaksi manusia pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi pendidik dan terdidik dalam pencapaian tujuan, bagimana isi, dan proses pendidikan memerlukan fondasi filosofis, agar interaksi melahirkan pengertian yang bijak dan perbuatan yang bijak pula. Untuk mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu dan berpengetahuan yang diperoleh melalui cara berfikir sistematis, logis dan mendalam, secara radikal, hingga keakar-akarnya. Upaya menggambarkan dan menyatakan suatu pemikiran yang sistematis dan komprehensif tentang suatu fenomena alam dan manusia disebut berfikir secara filosofis. Filsafat mencakup suatu kesatuan pemikiran manusia yang menyeluruh.
Pendekatan Ilmu dengan filsafat berbeda, ilmu menggunakan pendekatan analitik, mengurai bagian-bagian hingga bagian yang terkecil. Filsafat mengintegrasikan bagian-bagian hingga menjadi satu kesatuan yang menyeluruh dan bermakna. Ilmu berkaitan dengan fakta-fakta sebagaimana adanya, secara objektif dan menghindari subjektifitas. Filsafat melihat sesuatu secara das sollen (bagaimana seharusnya), faktor subjektif sangat berpengaruh. Tetapi filsafat dan ilmu memiliki hubungan secara komplenter; saling melengkapi dan mengisi. Filsafat memberikan landasan bagi ilmu, baik pada aspek ontologi, epistimologi, maupun aksiologinya.
Dalam konteks pendidikan, filsafat pendidikan merupakan refleksi pemikiran filosofis untuk mengatasi permasalahan pendidikan. Filsafat memberi arah dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sebaliknya praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan filosofis.

Menurut Butler (1957:12), hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan sebagai berikut:
1) Filsafat merupakan basik bagi filsafat pendidikan,
2) Filsafat merupakan bunga bukan batang bagi pendidikan,
3) Filsafat pendidikan merupakan disiplin tersendiri yang memiliki hubungan erat dengan filsafat umum, meski bukan essensinya,
4) Fisafat dan teori pendidikan adalah satu.

C. Analisis Filosofis Lingkungan Sekolah Ideal dalam Perspektif Filsafat Pendidikan

Lingkungan yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau lembaga pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana hakikat lingkungan sekolah ideal, maka perlu dilakukan kajian yang komprehensif dan mendalam tentang lingkungan tersebut dalam perspektif filsafat pendidikan.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan sangat berperan dalam penciptaan sekolah ideal, sebab lingkungan yang juga dikenal dengan institusi, itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Contohnya yaitu keluarga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut.
Sementara sekolah juga berperan penting dalam proses pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang menyandang amanah dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan pendidikan yang profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik pendidikan yang sudah ada. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu sendiri.
Begitu pula masyarakat, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan aturan pendidikan.

D. Peran Kepala Sekolah yang Ideal

Manusia lahir di dunia fana ini semuanya dalam keadaan fitrah ibarat kertas yang masih putih yang belum ada tulisannya. Kemudian turun iqro atau perintah membaca, yang sebernarnya perlu ditafsirkan dengan pikiran filosofis, sehingga tidak diartikan dengan makna membaca melainkan merenung, memahami, mengaktualisasikannya.
Dengan diturunkannya manusia ke bumi adalah sebagai khalifah (pemimpin). Suatu keniscayaan, apabila seorang pemimpin adalah orang yang bodoh atau dengan kata lain tidak berilmu, kemudian Allah juga membekali manusia dengan ilmu pengetahuan. Allah mengajarkan nama-nama benda kepada manusia yang dengan cerdas manusia bisa memahami benda-benda yang diajarkan.
Peran kepala sekolah dalam memimpin sekolah menjadi sangat penting terutama dalam menentukan arah dan kebijakan pendidikan yang di bangun. Sebagai pemimpin tunggal, kepala sekolah merupakan salah satu faktor penentu yang dapat mendorong sekolah mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran melalui berbagai program yang dilaksanakan secara terencana. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memiliki kemampuan menajemen dan kepemimpinan yang tangguh, sehingga diharapkan dapat mengambil keputusan secara cepat, di samping memiliki sikap prakarsa yang tinggi dalam meningkatkan mutu pendidikannya.
Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah selayaknya mampu memobilisasi atau memberdayakan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki, terkait dengan berbagai program, proses, evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran di sekolah/di industri, pengolahan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pelayanan terhadap siswa, hubungan dengan masyarakat, sampai pada penciptaan iklim sekolah yang kondusip. Semua ini akan terlaksana manakala kepala sekolah memiliki kemapuan untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu untuk bekerjasama dalam mewujudkan tujuan sekolah.

Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya terletak pada dua hal mendasar diantaranya:
(1) seberapa besar kepala sekolah memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang komplek dan unik
(2) seberapa besar tanggung jawabnya sebagai pemimpin sekolah dapat di pahami dan diimplementasikan dengan baik. Kondisi ini yang menuntut kepala sekolah, untuk mampu menciptakan suasana kondusif sehingga tercipta kenyamanan bekerja, yaitu terlaksananya proses pembelajaran yang menyenangkan baik guru maupun siswa.
Kelemahan kepala sekolah dalam memimpin persekolahan terkadang terjebak dengan situasi formal yang berlebihan, sehingga tercetus sikap arogansi kepemimpinan yang mengarah pada konflik internal berkepanjangan antara kepala sekolah dan guru. Situasi ini yang menjadkan guru merasa terlecehkan sehingga tidak lagi termotivasi untuk mengajar dengan baik, dampak dari semuanya adalah tidak kondusifnya iklim sekolah yang pada akhirnya bermuara pada tujuan pendidikan yang tidak tercapai. Jika ini terjadi yang menjadi korban sesungguhnya adalah siswa sebagai sebjek pembelajaran di sekolah.


E.     Pengembangan Komponen Belajar yang Ideal

Pandangan tentang belajar akan mendasari kurikulum yang akan dilaksanakan. Kurikulum pada hakikatnya merupakan suatu program belajar yang dengan sengaja dan berencana untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hubungan itu ada beberapa prinsip belajar yang dapat kita jadikan pegangan, yakni:

• Belajar senantiasa bertujuan.
• Belajar berdasarkan kebutuhan dan motivasi siswa.
• Belajar berarti mengorganisasi pengalaman
• Belajar memerlukan pemahaman.
• Belajar bersifat keseluruhan (utuh atau umum), di samping khusus.
• Belajar memerlukan ulangan dan latihan.
• Belajar memperhatikan perbedaan individual.
• Belajar harus bersifat kontinu (ajeg).
• Dalam proses belajar senantiasa terdapat hambatan-hambatan.
• Hasil belajar adalah dalam bentuk perubahan perilaku siswa secara menyeluruh.

Prinsip-prinsip belajar tersebut umumnya telah menjadi kesimpulan semua ahli psikologi belajar. Karena itu prinsip-prinsip ini perlu dipertimbangkan dalam perencanan kurikulum.

F. Pengembangan Komponen Siswa yang Ideal

Proses perencanaan kurikulum senantiasa mempertimbangkan sikap yang akan menerima kurikulum itu. Berhasil tidaknya suatu kurikulum banyak tergantung pada kesesuaian isi kurikulum dan pihak yang menyerapnya. Pengakuan pendidik terhadap anak sebagai individu yang sedang berkembang, yang memiliki potensi untuk berkembang, yang berbeda satu sama lainnya secara individual, yang mampu bereaksi dan berinteraksi, yang mampu menerima, yang kreatif, dan berusaha menemukan sendiri, semuanya menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun kurikulum.
Pandangan tentang siswa juga sangat berpengaruh terhadap penentuan strategi instruksional di kelas. Bahkan patut pula diperhatikan, bahwa antara siswa satu sama lainnya dalam kelompok/kelas yang sama sudah tentu berbeda-beda, baik secara horizontal maupun secara vertikal. Kenyataan ini membawa implikasi yang jauh terhadap pembinaan dan pengembangan kurikulum dan strategi belajar-mengajar.

G. Pengembangan Komponen Kemasyarakatan yang Ideal

Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi muda tersebut.
Sekolah yang ideal harus mempertimbangkan masyarakat dalam semua aspek, sesuai dengan sistem kepercayaan, sistem nilai, sistem kebutuhan yang terpadu dalam masyarakat. Kurikulum harus sejalan dengan tuntutan dalam pembangunan. Kurikulum harus memberikan andilnya dalam membentuk tenaga pembangunan yang kreatif, kritis dan inovatif, yang terampil dan produktif.
Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan, tuntutan, masalah, aspirasi masyarakat, sebaiknya dilakukan survei dokumenter dan lapangan. Kita dapat memperoleh gambaran tentang aspirasi masyarakat yang sedang berkembang dewasa ini dan lingkungan tertentu seperti: keluarga, masyarakat desa, masyarakat kota, kelompok-kelompok sosial tertentu, dan jika perlu dapat pula diperoleh dari kelompok masyarakat yang tergolong sektor “informal” (tuna karya, tuna wisma, tuna susila, dan sebagainya).

H. Pengembangan Komponen Organisasi Materi Kurikulum yang Ideal

Kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal adalah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman. Kurikulum menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Pembinaan kepribadian merupakan kajian utama kurikulum. Materi program berupa kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan self-esteem, motivasi berprestasi, kemampuan pemecahan masalah perumusan tujuan, perencanaan, efektifitas, hubungan antar pribadi, keterampilan berkomunikasi, keefektifan lintas budaya, dan perilaku yang bertanggung jawab.
Materi atau isi kurikulum yang disusun adalah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, bahwa kurikulum yang direncanakan itu seharusnya mengikuti pola organisasi tertentu dengan kriteria kurikulum yang dapat dijadikan pedoman, yakni:
• Kriteria dalam hubungan dengan tujuan pendidikan.
• Kriteria sehubungan dengan sifat siswa.
• Kriteria yang bertalian dengan proses pendidikan.

Bentuk organisasi kurikulum yang akan dipergunakan juga hendaknya memperhatikan beberapa faktor, yakni: urutan bahan pelajaran, ruang lingkup dan penempatan bahan pelajaran. Kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, urutan bahan, ruang lingkup dan penempatannya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran tersebut.
Kurikulum yang berkorelasi umumnya tersusun dalam bentuk bidang studi (broadfield) urutan pokok bahasan didukung oleh sejumlah bahan dari mata pelajaran yang tercakup dalam bidang studi tersebut.
Kurikulum terintegrasi pada unit-unit pengajaran, yang masing-masing unit didukung oleh sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Tiap unit merupakan suatu masalah yang luas dan perlu dipecahkan, dan pemecahannya membutuhkan bahan dari setiap bidang studi. Itu sebabnya, urutan bahan, ruang lingkup dan penempatan bahan untuk setiap unit harus dirancang berdasarkan kebutuhan unit dan sistem instruksional yang dilaksanakan. Dengan demikian, masing-masing bentuk kurikulum tersebut harus memperhatikan karakteristik materi yang terkandung pada unsur-unsur pendukungnya.
Menurut Marheim yang dikutip Sanapiah pendidikan merupan seuatu proses yang dinamik yang senantiasa memperhatikan pengalaman-pengalaman sosial maupun personal, oleh karenanya menuntut analisis, seleksi, refleksi, dan evaluasi yang secara bersama-sama untuk memberikan sejumlah pengetahuan agar bisa lebih memahami totalitas dunia semua makhluk adalah belajar sepanjang hayatnya (long life education). hewan juga belajar, akan tetapi manusia belajar melalui akal dan pikirannya. Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk yang lainnya. Akhirnya dengan akal pikiran itu, manusia menjadi cerdas dan thu apa yang belum ia ketahui. Sehingga terciptalah kemajuan ilmu pengetahuan dan kebahagian dalam kehidupan.
Pendidikan pada umumnya, memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual anak. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pendidikan senantiasa mengalami pengkajian ulang dan pembaharuan untuk mencari bentuknya yang paling ideal. Pembaruan dan pengembangan disesuaikan dengan melihat kesesuaiannya dengan hakikat pendidikan itu sendiri dan perkembangan anak. Penyesuaian ini tentu saja akan membawa sains dalam praktek pendidikan (pembelajaran) di lingkungan pendidikan formal (sekolah) untuk mengembangkan pendidikan.
Mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk menegah ke bawah dan petani kecil. Kebanyakan dari mereka adalah tuna aksara. Banyak diantara mereka yang masuk sekolah dasar tetapi tidak sampai tamat; kebanyakan cepat putus sekolah atau gagal mengikuti pelajaran secara teratur. Sedangkan selama ini pendidikan yang diadakan di Indonesia adalah bukanlah dari formulasi pendidikan sejati. Artinya adalah masyarakat kalangan bawah belum tersentuh oleh pendidikan yang berbasis pemerataan (educatian for al and all for educationl).
Lebih-lebih sekarang ini banyak tumbuh sekolah-sekolah favorit, sekolah unggul, pakaian seragam yang itu semua sebenarnya adalah pelabelan terhadap kelas atas. Apakah pendidikan di Indonesia hanya untuk mengakui kelas sosial saja? Dan apakah masyarakat kalangan bawah yang hidup di kolong-kolong jembatan misalkan tidak bisa mengikuti sekolah di sekolah-sekolah favorit? Padahal banyak diantara mereka secara akademik mampu bersaing dengan yang lain.
Pendidikan yang kita selama ini sebenarnya adalah hanya transfer ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada siswanya. Hal ini didasari dengan banyaknya guru yang hanya berorientasi pada target (goal oriented) tanpa adanya proses mendidik yang baik kepada anak didiknya. Perbedaan antara pendidikan dan pengajaran. Pendidikan mencakup masalah bagaimana mengembangkan anak didik sebagai manusia individu sekaligus warga masyarakat, sementara pengajaran adalah hanya bagian dari kegiatan pendidikan.

Tujuan Pendidikan yang sangat dasar adalah:
(1) mengembangkan semua bakat dan kemampuan seseorang, baik yang masih anak, maupun yang sudah dewasa, sehingga perkembangannya mencapai tingkat optimum dalam batas hakikat orang tadi
(2) menempatkan bangsa Indonesia pada tempat terhormat dalam pergaulan antar bangsa sedunia. Maka pendidikan harus diorganisir sesuai dengan prinsip pendidikan yang murni (the true principles of education).
Pendidikan yang humanis yang paling menentukan dalam hal ini adalah bagaimana seorang pengajar mampu mengajarkan ilmu sebagai suatu ilmu empiris kepada anak didiknya, selain itu pengajar juga harus memiliki empati. Tanpa empati, pengajar tidak bisa mengajar dengan bergairah, syarat mutlak yang harus dimiliki seorang pengajar agar pelajar terbuka mata budinya terhadap keindahan ilmu pengetahuan (pendidikan).
Perbaikan pendidikan tidak hanya berarti perbaikan masa depan anak didik, melainkan juga perbaikan bangsa dan negara Indonesia. Karenanya, sesuai dengan konsepsi long life education pendidikan harus melaksanakan pembinaan sedini mungkin mulai dari tingkat dasar. Berhasil tidaknya pendidikan pada akhirnya dinilai masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.



























BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian singkat mengenai bagaimana cara membentuk sekolah yang ideal dalam Pendidikan di atas dapat disimpulkan.
Pertama, sekolah itu adalah amanat masyarakat, oleh sebab itu untuk menarik agar diminati masyarakat, maka perlu menggali hal-hal yang dibutuhkan oleh mesyarakat itu sendiri.
Kedua, pendidikan itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu dipersiapkan sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya output seperti yang diharapkan.
Ketiga, faktor budaya yang sesuai dengan norma-norma adalah perlu dipertimbangkan dalam pembentukan sekolah yang ideal, sebab pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya.
Keempat, adanya metode dan kurikulum yang tepat sehingga sekolah tersebut sangat perlu dan mutlak dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat setempat pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa beberapa hal yang merupakan faktor penunjang dari pembentukan sekolah yang ideal, disamping ada faktor-faktor lain yang menunjang.
Selain dari hal diatas lingkungan pendidikan sangat berperan dalam penciptaan sekolah ideal, sebab lingkungan yang juga dikenal dengan institusi, itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

B. Saran
Mungkin dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membantu untuk perbaikan makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA


Uyoh Sadulloh, 2007, Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode. Andi Offset.Yogyakarta:1992
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung:2008
Santoso, S. Imam. Pendidikan Watak, Tugas Utama Pendidikan. UI Press. Jakarta:1981
Sagala, Syaiful. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta. Bandung:2007
Tim Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2009, Manajemen Pendidikan. Alfabeta. Bandung:2009
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Universitas Gajah Mada. Jakarata:1993
Rasyidin, Waini. Filsafat & Teori Pendidikan dengan Pendekatan Humaniora (Rading ”notes and quotes” dari petikan Internet). (2004)
Rasyidin, Waini. Filosofi dan Teori Pendidikan untuk Membangun Pendidikan Nasional. Makalah disajikan pada konaspi VI Jakarta. (2000)
Asmoro, Achmadi. Filsafat Umum. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2001
Darajat, Zakiah, DR. Pengembangan Kemampuan Belajar pada Anak-anak. Bulan Bintang, Jakarta:1980
Redja, Mudyahardjo. Filsafat Ilmu Pendidikan. PT Remaja Rosda Karya. Bandung: 2006
Dahlan, MD.DR, Beberapa Pendidikan Penyuluhan (Konseling). CV. Diponegoro. Bandung: 1985
M.A, Mudjito, Drs. Guru yang Efektif. Rajawali Pers. Jakarta: 1990
Sutadiputra, Balnadi, Drs. Kompetensi Guru dan Kesehatan Mental. Angkasa. Bandung:1984
M.Sc, Sastrawijaya, Tresna. Pengembangan Program Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta:1991
M.A, Nasution, S, Dr, Prof. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta:1982
P. Koestur, Drs, H. Dinamika dalam Psikologi Pendidikan jilid 2. Erlangga. Jakarta:1993
Ali, mohammad, Drs. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung:1982
TIM Dosen FIP, IKIP Malang. Dasar-Dasar Kependidikan. Usaha Nasional. Surabaya-Indonesia:1980
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. PT. Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar