Minggu, 23 September 2012

Karakteristik Guru


BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Karakteristik Guru
Istilah guru yang baik dahulu lebih banyak digunakan. Akan tetapi, pada era sekarang ini istilah guru efektif lebih sering digunakan karena sifatnya lebih terukur. Pengertian guru yang baik lebih bersifat sebagai kemampuan personal seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dan pengajaran. Sementara itu, pengertian guru efektif lebih bersifat sebagai kemampuan profesional. S. Nasution, dalam bukunya bertajuk Didaktik Asas-Asas Mengajar, menyebutkan sepuluh ciri guru yang baik. 
Guru efektif merupakan istilah lain dari guru profesional mempunyai seperangkat karaktersitik atau ciri-ciri tertentu. Untuk menggambarkan sosok guru profesional, Dedi Supardi mengutip laporan dari satu jurnal bertajuk Educational Leadership edisi Maret 1993.
Semua di antara kita sudah sangat akrab dengan guru, baik sering berhubungan, membawahi ataupun jadi guru sendiri. Tetapi, berapa banyak di antara kita yang pernah merenungkan sesungguhnya bagaimana kerja guru itu? Pemahaman akan hakekat kerja guru ini sangat penting sebagai landasan dalam mengembangkan program pembinaan dan pengembangan guru. Kalau direnungkan secara mendalam, maka kita akan dapat menemukan beberapa karakteristik kerja guru, antara lain: 
1.      Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang bersifat individualistis non colaboratif.
2.      Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu.
3.      Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah.
4.      Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik.
5.      Pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas.

Karakteristik pertama, pekerjaan guru bersifat individualistis non colaboratif, memiliki arti bahwa guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajarannya memiliki tanggung jawab secara individual, tidak mungkin dikaitkan dengan tanggung jawab orang lain. Pekerjaan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari waktu ke waktu dihadapkan pada pengambilan keputusan dan melakukan tindakan. Dalam pengambilan keputusan dan tindakan itu harus dilaksanakan oleh guru secara mandiri.
Karakteristik kedua,  pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu. Hal ini sudah diketahui bersama, bahwa hampir seluruh waktu guru dihabiskan di ruang-ruang kelas bersama para siswanya. Implikasi dari hal ini adalah bahwa keberhasilan kerja guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi juga oleh motivasi dan dedikasi guru untuk terus dapat hidup dan menghidupkan suasana kelas.
Karakteristik ketiga, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah. Bisa dicermati, setiap hari berapa lama guru bisa berinteraksi dengan sejawat guru.
Karakteristik keempat, pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik. Umpan balik adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, yang diterima oleh guru.
Karakteristik kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas. Waktu kerja guru tidak terbatas hanya di ruang-ruang kelas saja. Dalam banyak hal, justru waktu guru untuk mempersiapkan proses belajar mengajar di ruang kelas lebih lama.

B.     Sikap dan Perilaku Guru
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu. 
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15). 


Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya. 
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
1.      kasih sayang,
2.      penghargaan,
3.      pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
4.      kepercayaan,
5.      kerjasama,
6.      saling berbagi,
7.      saling memotivasi,
8.      saling mendengarkan,
9.      saling berinteraksi secara positif,
10.  saling menanamkan nilai-nilai moral,
11.  saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
12.  saling menularkan antusiasme,
13.  saling menggali potensi diri,
14.  saling mengajari dengan kerendahan hati,
15.  saling menginsiprasi,
16.  saling menghormati perbedaan.

Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.
 Dalam Undang-Undang Guru ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru diantaranya adalah :


ü  kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
ü  kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
ü  kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
ü  kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

C.    Syarat Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dengan manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1)      Persyaratan administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, megajukan permohonan. Di samping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebajikan yang ada.
2)      Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3)      Persyaratan psikis
Yang berkaiatan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, maupun mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian. Di samping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tatapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memilki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru itu harus memiliki panggilan hati nurani untuk mengabdi untuk anak didik.
4)      Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab, bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa/anak didiknya.
5)      Persyaratan mental
Persyartan mental antara lain meliputi: memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi keguruan, mencintai dan mengabdi pada tugas jabatan, bermental pancasila dan bersikap hidup demokratis.
6)      Persyaratan moral
Guru harus mempunyai sifat sosial dan budi pekerti yang luhur, sanggup berbuat kebajikan, serta bertingkah laku yang bisa dijadikan suri tauladan bagi orang-orang dan masyarakat di sekelilingnya.
Dari syarat-syarat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mengingat tugas sebagai guru adalah tugas yang berat tetapi mulia, maka dituntut syarat-syarat jasmani, rohani dan sifat-sifat lain yang diharapkan dapat menunjang untuk memikul tugas itu dengan sebaik-baiknya.
Ciri-ciri guru  professional adalah sebagai berikut:
ü  Pelakunya dituntut secara nyata (de facto) untuk berkecakapan kerja
sesuai dengan tugas khusus jabatannya (spesialisasi).
ü  Kecakapan atau keahlian pekerja bukan sekedar latihan rutin yang
terkondisi, tetapi perlu didasari oleh wawasan keilmuan yang mantap, jadi
jabatan professional menuntut pendidikan prajabatan yang terprogram,
secara relevan dan berbobot, terselenggaranya secara efektif, efisien dan
tolak ukur evaluatifnya standart.
ü  Pekerja dituntut berwawasan sosial yang luas, bersikap positif terhadap
jabatan dan perannya, bermotivasi, serta berusaha untuk berkarya sebaik
baiknya, hal ini mendorong pekerja yang bersangkutan untuk selalu
meningkatkan (menyempurnakan) diri serta karyanya, orang tersebut
secara nyata mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi.
ü  Jabatan professional perlu mendapatkan pengesahan dari masyarakat atau
negaranya. berkaitan dengan ini, pendapat serta tolak ukur yang
dikembangkan oleh organisasi profesi sepantasnya dijadikan acuanya.

Secara tegas jabatan professional memiliki syarat-syarat serta kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya, hal ini menjamin kepantasan berkarya dan sekaligus merupakan tanggungjawab sosial pekerja professional yang bersangkutan.
Suatu profesi menuntut persyaratan yang mendasar baik ketrampilan teknis maupun kepribadian dan tidak semua pekerjaan bisa dikatakan suatu profesi, untuk lebih memperjelas ciri-ciri yang dimaksud berikut dikemukakan batasan atau ciri-ciri sekaligus syarat-syarat dari suatu profesi.
Robert W. Richey, sebagaimana dikutip Suharsimi Arikunto mengemukakan ciri-ciri dan syarat-syarat profesi, yaitu:
a)      Lebih mengutamakan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibanding dengan kepentingan pribadi.
b)      Seorang pekerja professional secara relative memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c)      Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut mampu berkembang dalam pertumbuhan jabatan
d)     Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja
e)      Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi
f)       Adanya organisasi yang meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi serta kesejahteraan anggotanya
g)      Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian
h)      Memandang profesi sebagai karir hidup (live career), dan menjadi seorang anggota yang permanen.
Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik sebuah konklusi bahwa jabatan guru tergolong  jabatan  professional, karena telah memiliki ciri-ciri yang sudah dikemukakan oleh para ahli di atas, walaupun sejauh ini belum berjalan secara maksimal. namun upaya untuk mencapai standar guru professional, pemerintah terus berupaya untuk menggapainya. Selain dengan kebijakan dan usaha pemerintah hal ini juga tergantung niat, prilaku, dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu.
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya, misalnya National Education Association (NEA) (1948), yang menyarankan kriteria sebagai berikut:
1)      Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual;
2)      Jabatan yang menggeluti suatu barang tubuh ilmu yang khusus;
3)       Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama;
4)       Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan;
5)       Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen;
6)      Jabatan yang mementingkan layanan atas keuntungan pribadi; dan
7)      Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 38 tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan pasal 9 ayat (1) dan (2), disebutkan bahwa untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik, calon tenaga pendidik yang bersangkutan selain memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar harus pula memenuhi persyaratan berikut:
1. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan tanda bukti dari yang berwenang, yang meliputi:
·         Tidak menderita penyakit menahun (kronis) dan atau yang menular;
·         Tidak memiliki cacat tubuh yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai tenaga pendidik;
·         Tidak menderita kelainan mental.

2. Berkepribadian yang meliputi:
·         Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;  
·         Berkepribadian Pancasila.

Masih berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang guru, Team didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya (1984: 9-10) mengkategorikan syarat guru menjadi lima bagian, yaitu:
1)      Persyaratan fisik yaitu kesehatan jasmani, maksudnya seorang guru harus berbadan sehat, tidak mengidap penyakit menular.
2)      Persyaratan psikis yaitu sehat rohaninya, maksudnya guru tidak mengalami gangguan kelainan jiwa atau penyakit syarat, yang tidak memungkinkan dapat menunaikan tugasnya dengan baik, selain itu guru juga harus memiliki bakat dan minat keguruan.
3)      Persyaratan mental yaitu memiliki sikap mental yang positif terhadap profesi keguruan, mencintai, dan mengabdi dedikasi pada tugas jabatannya.
4)      Persyaratan moral yaitu sifat susila dan budi pekerti luhur, dimana guru harus sanggup meneladani kebaikan dan bertingkah laku yang dapat diteladani oleh masyarakat sekitarnya.
5)      Persyaratan intelektual atau akademis, yaitu penguasaan pendidikan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari lembaga pendidikan guru yang memberi bekal untuk menunaikan tugas sebagai pendidik formal di sekolah.

Kode Etik Guru Menurut Undang-Undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 28 disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.
 Adapun tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi profesi itu sendiri. Menurut Hermawan dalam Soetjipto dan Kosasi (1999: 31-32) tujuan mengadakan kode etik adalah:
1)      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi;
2)      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya;
3)      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi;
4)      Untuk meningkatkan mutu profesi; 5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.


 Berikut ini rumusan Kode Etik Guru Indonesia yang dikutip dari lembaran Kode Etik Guru Indonesia yang disempurnakan pada Kongres XVI di Jakarta (terbitan PGRI tahun 1989) sebagai berikut :
1)      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila;
2)      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
3)      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;
4)      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar – mengajar;
5)      Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan;
6)      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya;
7)      Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial;
8)      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian;
9)       Guru melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar