BAB I
PENDAHULUAN
Setiap
menjelang tahun ajaran baru, hampir semua orang tua bingung mencari sekolah
yang tepat untuk anak-anaknya. Sebagai orangtua, tentu kita ingin memberikan
yang terbaik untuk anak-anak kita. Namun yang ada, kita justru pusing dibebani
segudang pertanyaan. Seperti apa bentuk sekolah yang baik dan ideal? Apakah
harga menjamin kualitas yang diberikan? dan lain sebagainya. "Ideal"
menurut kamus bahasa Indonesia artinya sesuai dengan yang diharapkan.
A. Latar Belakang
Sekolah sebagai institusi pendidikan perlu di bangun
dan di kelola secara profesional, sehingga terwujud institusi pendidikan
berkualitas. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari perencanaan, proses dan
hasil pendidikan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan,
sebagaimana yang telah ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria
pendidikan itu sendiri.
Didalam perkembangan akhir-akhir ini dalam lingkup
pendidikan, dimana para orang tua banyak yang ingin meletakkan pendidikan putra
putrinya di lembaga pendidikan yang baik. Permasalahannya sekarang bagaimana
sekolah yang ideal itu ?. Apabila kita tinjau lebih dalam, bahwa sekolah itu
adalah sebuah amanah dari masyarakat. Mengingat Sekolah itu berada di
tengah-tengah masyarakat dan kita ingin mencari dukungan dari masyarakat, dalam
arti secara singkatnya pendidikan itu dari masyarakat untuk masyarakat, maka
untuk membentuk suatu sekolah yang ideal tentu kita harus menggali kebutuhan
apa saja yang sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini akan kami bahas beberapa persoalan tentang:
1.
Bagaimana cara membentuk Sekolah yang Ideal dalam
Pendidikan?
2.
Faktor apa saja yang menunjang Sekolah Ideal dalam
Pendidikan?
3.
C. Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini untuk mengetahui sekolah
seperti apa yang ideal menurut masyarakat. Dalam mewujudkan pendidikan yang
ideal tentu tidak terlepas dari pendidikan, hal itu merupakan spesialisasi
tersendiri yang asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah. Oleh
sebab itu segala sarana dan prasarana sekolah tersebut harus mendukung untuk
tercapainya hasil atau output yang sesuai dengan yang diharapkan.
Pendidikan itu merupakan spesialisasi tersendiri yang
asalnya dari pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu
dipersiapkan sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya
output seperti yang diharapkan. Dan faktor budaya yang sesuai dengan
norma-norma adalah hal yang sangat perlu dipertimbangkan dalam pembentukan
sekolah yang ideal, sebab pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya.
Faktor lain yang perlu diperhitungkan juga mengenai
Faktor Budaya, dimana pendidikan itu sendiri adalah pewarisan budaya. Akan
tetapi budaya perlu adanya filter yang sesuai dengan norma-norma kebudayaan
kita. Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang baik perlu
dikembangkan.
Mengenai metode pengajaran anak, hendaknya jangan
disampaikan satu arah, artinya anak jangan hanya diberi informasi saja oleh
pendidik tanpa menggali potensi dari anak didik. Oleh sebab itu metode yang
tepat adalah menggali dan mengembangkan bakat dan minat diri siswa dan didukung
dengan acuan dasar kurikulum yang tepat dan dalam makalah ini akan dijelaskan
lebih terperinci lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Mencari Sekolah Ideal
Tentunya
orang tua berharap sekolah yang dipilih akan mampu menjadi tempat mengembangkan
kemampuan anak secara optimal. Dalam makalah ini nantinya akan dijelaskan
tentang bagaimana mencari sekolah yang ideal atau tepat bagi anak-anak.
1. Libatkan Anak Ketika Memilih Sekolah
Seharusnya
selalu disadari dan dipahami oleh orang tua, bahwa yang nantinya sekolah adalah
anak, bukan mereka. Maka, melibatkan anak dalam memilih sekolah merupakan
langkah penting, meskipun usia prasekolah. Orang tua jangan menganggap remeh
kemampuan anak, karena pada saat usia prasekolah anak mengalami perkembangan
fisik dan mental yang sangat pesat.
Dalam
buku "Magic Trees of Mind",
Marianne Diamond menggambarkan, perkembangan kemampuan matematika dan
intelegensia ruang pada anak diperkirakan dimulai pada usia satu tahun.
Kemampuan bahasa anak malah sudah dimulai sejak masih dalam kandungan. Ini
berarti, daya nalar dan logika anak pada saat akan memasuki sekolah dasar (6
tahun) sudah berkembang dengan baik.
Tinggal
bagaimana orang tua merangsang kemampuan anaknya. Kondisikan agar proses
mencari sekolah dasar tidak menjadi beban berat bagi si anak melainkan menjadi
proses belajar yang menyenangkan. Bagaimana jika ternyata pilihan anak jatuh
pada sekolah yang menurut orangtua kurang sesuai? Di sinilah peran orang tua
diperlukan.
Pada
saat orang tua telah membuat pilihan sekolah mana yang akan dimasuki anak
nanti, buatlah kesepakatan sukarela dengan anak bahwa sekolah yang akan
dimasuki adalah murni pilihan anak. Dengan demikian anak akan merasa bangga
karena diberi kesempatan melakukan hal yang penting. Di sisi lain anak akan
lebih bertanggung jawab karena merasa sekolah yang dimasukinya adalah
pilihannya sendiri.
2. Ketahuilah Visi dan Misinya
Banyak
ahli yang mengingatkan tentang pentingnya aspek visi dan misi pendidikan yang
disandang suatu sekolah. Sekolah yang memiliki kualitas baik tentu saja
memiliki visi dan misi yang jelas, terukur dan realistis. Untuk dapat
mengetahui visi-misi sekolah yang diinginkan, dapat dilihat di buku profil,
brosur, papan nama atau media publikasi yang digunakan oleh sekolah tersebut.
Dari visi dan misi yang dipaparkan dapat terlihat bagaimana orientasi tujuan
dan profil output yang akan dihasilkan.
Pernyataan
visi dan misi ini dapat dipotret dari beberapa aspek, antara lain aspek
keagamaan, akademis, mental, perilaku, kecakapan hidup, kemandirian dan
kewirausahaan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, orang tua saat ini masih
memandang aspek akademis menjadi pertimbangan pertama dalam memilih sekolah.
Maka, tidak heran jika banyak orang tua yang rela melakukan apa saja untuk
mendapatkan sekolah dengan prestasi akademik tinggi.
Pihak
sekolah pun akan melakukan seleksi ketat terhadap calon siswanya. Hanya siswa
yang memiliki IQ tinggi yang dapat diterima di sekolah yang bersangkutan. Dari
kasus ini, jelas terlihat bahwa sebenarnya yang unggul sekolah atau siswanya.
Sangat masuk logika, jika sekolah yang hanya menerima input baik-baik saja,
kemudian out putnya juga baik. Karena jika suatu masyarakat tidak mengakui dan
menerima lulusan suatu sekolah, maka sekolah tersebut akan gulung tikar jika
tidak memperbaiki diri.
Oleh
sebab itu, orang tua seharusnya tidak lagi terjebak pada istilah-istilah
sekolah favourit, unggulan, plus dan lain-lain. Padahal yang dikembangkan hanya
pada aspek kognitif saja atau academic minded. Sekolah yang baik adalah sekolah
yang mampu menggali, mengembangkan dan mengoptimalkan seluruh potensi anak.
3. Porsi Pendidikan Agama
Di
era sekarang ini, dimana banyak kasus yang menimpa generasi penerus kita
termasuk dalam hal ini para pelajar, mulai dari kasus tawuran, narkotika,
pergaulan bebas dan perbuatan menuyimpang lainnya, maka peran pendidikan agama
menjadi sangat signifikan terutama dalam membentuk kharakter dan perilaku
siswa.
Pendidikan
moral tertinggi terletak di dalam doktrin-doktrin agama yang diyakini
seseorang. Melalui pendidikan agama yang cukup, diharapkan para peserta didik
akan muncul kesadaran dan pemahaman yang benar mengenai tugas, peran dan
tanggung jawabnya sebagai hamba Tuhan, anak, siswa dan anggota masyarakat.
Sebagai implementasinya, anak mampu menghargai orang lain dengan segala
perbedaan serta mampu memilah dan memilih kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan
tidak.
Oleh
karena itu, porsi pendidikan agama yang diterapkan oleh suatu sekolah
hendaknuya menjadi bahan pertimbangan penting orang tua dan anak dalam memilih
sekolah.
Kemungkinan
jika kita ingin mendapatkan pendidikan agama yang lebih di sekolah negeri,
nampaknya sulit diwujudkan. Pasalnya, sesuai aturan yang berlaku,
sekolah-sekolah negeri hanya menerapkan 2 (dua) jam pelajaran agama dalam
sepekan, kecuali inisiatif pihak sekolah untuk mengadakan jam tambahan Mungkin
dari sini, sekolah-sekolah swasta yang berbasiskan agama dapat menjadi
solusinya. Sekolah ini jelas-jelas memberikan porsi lebih banyak untuk
pendidikan agama, bahkan sudah dipadukan dengan mata pelajaran lain, sehingga
terdapat internalisasi nilai-nilai agama di setiap bahan ajar. Apalagi di
jenjang pendidikan dasar, ibaratnya sebagai momentum peletakan pondasi bangunan
kepribadian dan pengoptimalan seluruh potensi siswa. Maka, agama menjadi
komponen paling penting dalam membentuk dan membangun kharakter siswa.
4. Profil Pendidik
Keberhasilan
dari proses dan hasil output pendidikan tidak dapat dilepaskan dari andil guru.
Boleh dikatakan guru sebagai ujung tombak pendidikan untuk mencetak dan
mengkader generasi penerus yang didambakan. Apalah artinya kurikulum yang ideal
jika tidak didukung oleh pelaksananya, yaitu sumber daya manusia yang cakap.
Maka
tidak heran, jika pemerintah terus-menerus berusaha meningkatkan kompetensi
guru melalui berbagai program, mulai dari penataran-penataran, beasiswa
pendidikan dan sertifikasi guru.
Raka
Joni (1980) mengemukakan adanya tiga dimensi umum yang menjadi kompetensi
tenaga kependidikan, antara lain:
(1) Kompetensi personal atau pribadi, maksudnya seorang guru harus memiliki
kepribadian yang mantap yang patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru
akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
(2) kompetensi
profesional, maksudnya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas,
mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai
metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
(3) Kompetensi kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi
baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas. Mungkin secara
sederhana, ketika kita mengamati profil guru sebuah sekolah, bisa dilihat dari
riwayat pendidikan, pengalaman mengajar, prestasi, penampilan, sikap dan gaya
mengajar apabila dimungkinkan.
5. Gedung dan Fasilitas
Komponen
pendidikan yang tidak kalah pentingnya adalah sarana dan prasarana yang
mendukung. Mulai dari bangunan fisik, ruang kelas, taman, perpustakaan,
laboratorium, sarana olah raga dan kesenian, arena bermain, kantin, perlengkapan
kelas, sampai dengan alat peraga edukasi yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan
bidang informasi dan teknologi, nampaknya bukan hal yang baru sebuah sekolah
memiliki fasilitas akses jaringan internet dan website sendiri, dimana setiap
stake holders dapat berinteraksi dan berkomunikasi di dunia maya.
Hal
ini, akan sangat membantu bagi orang tua untuk memantau perkembangan
putra-putrinya secara cepat tanpa harus secara fisik datang ke sekolah. Dengan
didukung sarana dan prasarana yang baik, diharapkan semua peserta didik dapat
belajar secara enjoy, nyaman, dan betah. Sekolah diibaratkan sebagai rumah
kedua bagi anak-anak, sehingga sekolah yang baik mampu memenuhi kebutuhan dan
keinginan siswa. Hal yang perlu diperhatikan juga mengenai rasio jumlah siswa dengan
luas ruangan kelas serta fasilitas pembelajaran yang lain.
6. Lokasi Sekolah dan Lingkungan
Lokasi
yang dimaksud dapat dipandang dari jarak sekolah ke rumah, lingkungan sekitar
dan sarana transportasinya. Bisa dibayangkan seorang anak harus bangun pagi-pagi
sekali karena letak sekolahnya jauh. Tentu ia pulang dalam keadaan lelah karena
jarak yang ditempuhnya memakan waktu yang lama. Belum lagi jika terjadi
kemacetanlalu lintas, bisa dimungkinkan sering terlambat pulang maupun masuk
sekolahnya. Lalu kapan ia bisa belajar di rumah dengan nyaman? Bagaimana ia
bisa mengembangkan interaksi dengan anggota keluarga lain di rumahnya? Maka,
faktor lokasi dan lingkungan ini hendaknya diperhatikan oleh orang tua dan anak
itu sendiri dalam menentukan sekolah pilihannya. Perlu dipikirkan juga mengenai
sekolah yang berlokasi di pusat perkotaan atau keramaian dan yang berada di
pinggiran atau lebih dekat dengan suasana alam, semua memiliki plus-minus-nya.
7. Biaya pendidikan
Kemungkinan
bagi sebagian kalangan, faktor biaya ini menjadi pertimbangan paling utama
dalam memutuskan sekolah yang dipilih, terutama bagi masyarakat yang secara
ekonomi kelas menengah ke bawah. Biaya pendidikan yang ditarik pihak sekolah
secara umum terdiri iuran SPP, bantuan pembangunan/gedung, seragam, buku,
praktikum dan kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah-sekolah yang dianggap favourit,
unggul maupun plus biasanya juga akan memasang biaya pendidikan yang tidak
murah.
Hal
ini berkaitan dengan fasilitas pembelajaran dan program-program unggulan yang
ditawarkan. Namun yang perlu diingat bahwa, tingginya biaya pendidikan yang
diterapkan pihak sekolah hendaknya diikuti juga dengan pelayanan pendidikan
yang berkualitas. Oleh karena itu, sebelum menentukan pilihan sekolah, orang
tua diharapkan sudah mampu mengukur kemampuan secara ekonomi tentang biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan termasuk anggaran lain di luar program
sekolah, seperti uang saku, transportasi, perlengkapan sekolah dan lain-lain.
8. Ketertiban dan Kebersihan Sekolah
Kondisi
sekolah yang nyaman, teduh, tenang, tertib dan lingkungan yang bersih tentu
saja akan mendukung suasana proses pembelajaran. Berbeda dengan suasana sekolah
yang terkesan kumuh, gersang, gaduh, penempatan perabot sekolah yang semrawut,
dan tidak ada kedisiplinan yang diterapkan, maka proses belajar mengajar akan
banyak terganggu dan kurang optimal hasilnya. singkatnya siswa di sekolah harus
merasa senang dan betah seperti ketika berada di rumahnya sendiri (feels like
second home).
9. Lihat Prestasi dan Keberhasilan
Alumninya
Kriteria
yang tidak boleh ditinggalkan dalam memilih sekolah yang ideal adalah prestasi
dan profil output-nya. Sekolah yang baik, selain unggul di dalam proses, juga
unggul pada hasilnya. Seperti telah diurakaikan di muka, yang disebut prestasi
tidak hanya secara akademik, tetapi juga non akademik baik siswa, guru maupun
institusinya.
Bagaimana
perkembangan bakat dan potensinya, sikap, perilaku, kemandirian, keterampilan
dan keahlian lain yang mendukung. Sedangkan Keberhasilan alumni dapat diukur
dari lulusan sekolah dapat diterima di sekolah lanjutan yang kualitasnya baik
serta memiliki life skill yang cukup untuk mampu eksis di tengah masyarakat.
Dari
paparan di atas, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi orang tua dan
anak di tengah euforia kebingungan mencari sekolah yang ideal. Terlebih-lebih
dengan diterapkannya sistem penerimaan siswa baru (PSB) on line yang masih
mengedepankan nilai akademik (ujian nasional) di dalam proses seleksinya. Hal
ini, tentu saja membuat keresahan dan kepanikan tersendiri terutama bagi yang
nilainya di bawah atau pas-pasan.
Kita berharap, kedepan sistem seleksi penerimaan siswa baru yang sekarang ini
berlaku perlu dikaji secara mendalam, bukan komponen IT-nya (sistem on line),
tetapi kriteria yang dijadikan alat penerimaan, yaitu hanya nilai ujian
nasional. Oleh karenanya, pihak sekolah sendiri secara otonom yang dapat
menentukan kriteria penerimaan siswa baru di tempatnya.
B. Landasan Filosofis Kurikulum
Pendidikan
berperan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia, sebab
pendidikan berpengaruh langsung kepada kepribadian ummat manusia. Pendidikan
sangat menentukan terhadap model manusia yang dihasilkannya.
Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan, mempunyai kedudukan sentral; menentukan kegiatan
dan hasil pendidikan. Penyusunannya memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan
atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kurikulum yang lemah akan
mengahasilkan manusia yang lemah pula.
Pendidikan
merupakan interaksi manusia pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan
pendidikan. Interaksi pendidik dan terdidik dalam pencapaian tujuan, bagimana
isi, dan proses pendidikan memerlukan fondasi filosofis, agar interaksi
melahirkan pengertian yang bijak dan perbuatan yang bijak pula. Untuk mengerti
kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu dan berpengetahuan yang
diperoleh melalui cara berfikir sistematis, logis dan mendalam, secara radikal,
hingga keakar-akarnya. Upaya menggambarkan dan menyatakan suatu pemikiran yang
sistematis dan komprehensif tentang suatu fenomena alam dan manusia disebut
berfikir secara filosofis. Filsafat mencakup suatu kesatuan pemikiran manusia
yang menyeluruh.
Pendekatan
Ilmu dengan filsafat berbeda, ilmu menggunakan pendekatan analitik, mengurai
bagian-bagian hingga bagian yang terkecil. Filsafat mengintegrasikan
bagian-bagian hingga menjadi satu kesatuan yang menyeluruh dan bermakna. Ilmu
berkaitan dengan fakta-fakta sebagaimana adanya, secara objektif dan
menghindari subjektifitas. Filsafat melihat sesuatu secara das sollen
(bagaimana seharusnya), faktor subjektif sangat berpengaruh. Tetapi filsafat
dan ilmu memiliki hubungan secara komplenter; saling melengkapi dan mengisi.
Filsafat memberikan landasan bagi ilmu, baik pada aspek ontologi, epistimologi,
maupun aksiologinya.
Dalam
konteks pendidikan, filsafat pendidikan merupakan refleksi pemikiran filosofis
untuk mengatasi permasalahan pendidikan. Filsafat memberi arah dan metodologi
terhadap praktik pendidikan, sebaliknya praktik pendidikan memberikan bahan-bahan
bagi pertimbangan-pertimbangan filosofis.
Menurut
Butler (1957:12), hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan sebagai berikut:
1) Filsafat
merupakan basik bagi filsafat pendidikan,
2) Filsafat
merupakan bunga bukan batang bagi pendidikan,
3) Filsafat pendidikan
merupakan disiplin tersendiri yang memiliki hubungan erat dengan filsafat umum,
meski bukan essensinya,
4) Fisafat dan
teori pendidikan adalah satu.
C. Analisis Filosofis Lingkungan Sekolah
Ideal dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Lingkungan
yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan
turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam
literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau
lembaga pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana
hakikat lingkungan sekolah ideal, maka perlu dilakukan kajian yang komprehensif
dan mendalam tentang lingkungan tersebut dalam perspektif filsafat pendidikan.
Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan sangat berperan
dalam penciptaan sekolah ideal, sebab lingkungan yang juga dikenal dengan
institusi, itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum
lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Contohnya
yaitu keluarga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan
pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya
sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus
memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan
sekolah tersebut.
Sementara
sekolah juga berperan penting dalam proses pendidikan. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang menyandang amanah
dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan pendidikan yang
profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik pendidikan yang
sudah ada. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian
bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu sendiri.
Begitu
pula masyarakat, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang
nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif
dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya,
ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis
sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan aturan pendidikan.
D. Peran Kepala Sekolah yang Ideal
Manusia
lahir di dunia fana ini semuanya dalam keadaan fitrah ibarat kertas yang masih
putih yang belum ada tulisannya. Kemudian turun iqro atau perintah membaca,
yang sebernarnya perlu ditafsirkan dengan pikiran filosofis, sehingga tidak
diartikan dengan makna membaca melainkan merenung, memahami,
mengaktualisasikannya.
Dengan
diturunkannya manusia ke bumi adalah sebagai khalifah (pemimpin). Suatu
keniscayaan, apabila seorang pemimpin adalah orang yang bodoh atau dengan kata
lain tidak berilmu, kemudian Allah juga membekali manusia dengan ilmu
pengetahuan. Allah mengajarkan nama-nama benda kepada manusia yang dengan
cerdas manusia bisa memahami benda-benda yang diajarkan.
Peran kepala sekolah dalam memimpin sekolah menjadi sangat
penting terutama dalam menentukan arah dan kebijakan pendidikan yang di bangun.
Sebagai pemimpin tunggal, kepala sekolah merupakan salah satu faktor penentu
yang dapat mendorong sekolah mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran melalui
berbagai program yang dilaksanakan secara terencana. Oleh karena itu, kepala
sekolah harus memiliki kemampuan menajemen dan kepemimpinan yang tangguh,
sehingga diharapkan dapat mengambil keputusan secara cepat, di samping memiliki
sikap prakarsa yang tinggi dalam meningkatkan mutu pendidikannya.
Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah selayaknya mampu
memobilisasi atau memberdayakan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki,
terkait dengan berbagai program, proses, evaluasi, pengembangan kurikulum,
pembelajaran di sekolah/di industri, pengolahan tenaga kependidikan, sarana
prasarana, pelayanan terhadap siswa, hubungan dengan masyarakat, sampai pada
penciptaan iklim sekolah yang kondusip. Semua ini akan terlaksana manakala
kepala sekolah memiliki kemapuan untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat
dalam kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu untuk bekerjasama dalam mewujudkan
tujuan sekolah.
Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya
terletak pada dua hal mendasar diantaranya:
(1)
seberapa besar kepala sekolah memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi
yang komplek dan unik
(2) seberapa
besar tanggung jawabnya sebagai pemimpin sekolah dapat di pahami dan
diimplementasikan dengan baik. Kondisi ini yang menuntut kepala sekolah, untuk
mampu menciptakan suasana kondusif sehingga tercipta kenyamanan bekerja, yaitu
terlaksananya proses pembelajaran yang menyenangkan baik guru maupun siswa.
Kelemahan
kepala sekolah dalam memimpin persekolahan terkadang terjebak dengan situasi
formal yang berlebihan, sehingga tercetus sikap arogansi kepemimpinan yang
mengarah pada konflik internal berkepanjangan antara kepala sekolah dan guru.
Situasi ini yang menjadkan guru merasa terlecehkan sehingga tidak lagi
termotivasi untuk mengajar dengan baik, dampak dari semuanya adalah tidak
kondusifnya iklim sekolah yang pada akhirnya bermuara pada tujuan pendidikan
yang tidak tercapai. Jika ini terjadi yang menjadi korban sesungguhnya adalah
siswa sebagai sebjek pembelajaran di sekolah.
E. Pengembangan Komponen Belajar yang Ideal
Pandangan
tentang belajar akan mendasari kurikulum yang akan dilaksanakan. Kurikulum pada
hakikatnya merupakan suatu program belajar yang dengan sengaja dan berencana
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hubungan itu ada beberapa prinsip belajar
yang dapat kita jadikan pegangan, yakni:
• Belajar senantiasa bertujuan.
• Belajar
berdasarkan kebutuhan dan motivasi siswa.
• Belajar
berarti mengorganisasi pengalaman
• Belajar
memerlukan pemahaman.
• Belajar
bersifat keseluruhan (utuh atau umum), di samping khusus.
• Belajar
memerlukan ulangan dan latihan.
• Belajar
memperhatikan perbedaan individual.
• Belajar harus
bersifat kontinu (ajeg).
• Dalam proses
belajar senantiasa terdapat hambatan-hambatan.
• Hasil belajar
adalah dalam bentuk perubahan perilaku siswa secara menyeluruh.
Prinsip-prinsip
belajar tersebut umumnya telah menjadi kesimpulan semua ahli psikologi belajar.
Karena itu prinsip-prinsip ini perlu dipertimbangkan dalam perencanan
kurikulum.
F. Pengembangan Komponen Siswa yang
Ideal
Proses
perencanaan kurikulum senantiasa mempertimbangkan sikap yang akan menerima
kurikulum itu. Berhasil tidaknya suatu kurikulum banyak tergantung pada
kesesuaian isi kurikulum dan pihak yang menyerapnya. Pengakuan pendidik
terhadap anak sebagai individu yang sedang berkembang, yang memiliki potensi
untuk berkembang, yang berbeda satu sama lainnya secara individual, yang mampu
bereaksi dan berinteraksi, yang mampu menerima, yang kreatif, dan berusaha
menemukan sendiri, semuanya menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun
kurikulum.
Pandangan
tentang siswa juga sangat berpengaruh terhadap penentuan strategi instruksional
di kelas. Bahkan patut pula diperhatikan, bahwa antara siswa satu sama lainnya
dalam kelompok/kelas yang sama sudah tentu berbeda-beda, baik secara horizontal
maupun secara vertikal. Kenyataan ini membawa implikasi yang jauh terhadap
pembinaan dan pengembangan kurikulum dan strategi belajar-mengajar.
G. Pengembangan Komponen Kemasyarakatan
yang Ideal
Masyarakat
sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses
pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam
akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh
karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam
mendidik generasi muda tersebut.
Sekolah
yang ideal harus mempertimbangkan masyarakat dalam semua aspek, sesuai dengan
sistem kepercayaan, sistem nilai, sistem kebutuhan yang terpadu dalam
masyarakat. Kurikulum harus sejalan dengan tuntutan dalam pembangunan.
Kurikulum harus memberikan andilnya dalam membentuk tenaga pembangunan yang
kreatif, kritis dan inovatif, yang terampil dan produktif.
Untuk
mengetahui keinginan, kebutuhan, tuntutan, masalah, aspirasi masyarakat,
sebaiknya dilakukan survei dokumenter dan lapangan. Kita dapat memperoleh gambaran
tentang aspirasi masyarakat yang sedang berkembang dewasa ini dan lingkungan
tertentu seperti: keluarga, masyarakat desa, masyarakat kota, kelompok-kelompok
sosial tertentu, dan jika perlu dapat pula diperoleh dari kelompok masyarakat
yang tergolong sektor “informal” (tuna karya, tuna wisma, tuna susila, dan
sebagainya).
H. Pengembangan Komponen Organisasi
Materi Kurikulum yang Ideal
Kurikulum
yang ideal adalah kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal adalah
kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman. Kurikulum
menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Pembinaan
kepribadian merupakan kajian utama kurikulum. Materi program berupa kegiatan
yang dirancang untuk meningkatkan self-esteem, motivasi berprestasi, kemampuan
pemecahan masalah perumusan tujuan, perencanaan, efektifitas, hubungan antar
pribadi, keterampilan berkomunikasi, keefektifan lintas budaya, dan perilaku
yang bertanggung jawab.
Materi
atau isi kurikulum yang disusun adalah untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan, bahwa kurikulum yang direncanakan itu seharusnya mengikuti pola
organisasi tertentu dengan kriteria kurikulum yang dapat dijadikan pedoman,
yakni:
• Kriteria dalam
hubungan dengan tujuan pendidikan.
• Kriteria
sehubungan dengan sifat siswa.
• Kriteria yang
bertalian dengan proses pendidikan.
Bentuk
organisasi kurikulum yang akan dipergunakan juga hendaknya memperhatikan
beberapa faktor, yakni: urutan bahan pelajaran, ruang lingkup dan penempatan
bahan pelajaran. Kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, urutan bahan,
ruang lingkup dan penempatannya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing
mata pelajaran tersebut.
Kurikulum
yang berkorelasi umumnya tersusun dalam bentuk bidang studi (broadfield) urutan
pokok bahasan didukung oleh sejumlah bahan dari mata pelajaran yang tercakup
dalam bidang studi tersebut.
Kurikulum
terintegrasi pada unit-unit pengajaran, yang masing-masing unit didukung oleh
sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Tiap unit merupakan suatu masalah
yang luas dan perlu dipecahkan, dan pemecahannya membutuhkan bahan dari setiap
bidang studi. Itu sebabnya, urutan bahan, ruang lingkup dan penempatan bahan
untuk setiap unit harus dirancang berdasarkan kebutuhan unit dan sistem
instruksional yang dilaksanakan. Dengan demikian, masing-masing bentuk
kurikulum tersebut harus memperhatikan karakteristik materi yang terkandung
pada unsur-unsur pendukungnya.
Menurut
Marheim yang dikutip Sanapiah pendidikan merupan seuatu proses yang dinamik
yang senantiasa memperhatikan pengalaman-pengalaman sosial maupun personal,
oleh karenanya menuntut analisis, seleksi, refleksi, dan evaluasi yang secara
bersama-sama untuk memberikan sejumlah pengetahuan agar bisa lebih memahami
totalitas dunia semua makhluk adalah belajar sepanjang hayatnya (long life
education). hewan juga belajar, akan tetapi manusia belajar melalui akal dan
pikirannya. Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk yang
lainnya. Akhirnya dengan akal pikiran itu, manusia menjadi cerdas dan thu apa
yang belum ia ketahui. Sehingga terciptalah kemajuan ilmu pengetahuan dan
kebahagian dalam kehidupan.
Pendidikan
pada umumnya, memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan
kepribadian dan perkembangan intelektual anak. Dengan berbagai upaya yang
dilakukan, pendidikan senantiasa mengalami pengkajian ulang dan pembaharuan
untuk mencari bentuknya yang paling ideal. Pembaruan dan pengembangan
disesuaikan dengan melihat kesesuaiannya dengan hakikat pendidikan itu sendiri
dan perkembangan anak. Penyesuaian ini tentu saja akan membawa sains dalam
praktek pendidikan (pembelajaran) di lingkungan pendidikan formal (sekolah)
untuk mengembangkan pendidikan.
Mayoritas
penduduk Indonesia adalah penduduk menegah ke bawah dan petani kecil.
Kebanyakan dari mereka adalah tuna aksara. Banyak diantara mereka yang masuk
sekolah dasar tetapi tidak sampai tamat; kebanyakan cepat putus sekolah atau
gagal mengikuti pelajaran secara teratur. Sedangkan selama ini pendidikan yang
diadakan di Indonesia adalah bukanlah dari formulasi pendidikan sejati. Artinya
adalah masyarakat kalangan bawah belum tersentuh oleh pendidikan yang berbasis
pemerataan (educatian for al and all for educationl).
Lebih-lebih
sekarang ini banyak tumbuh sekolah-sekolah favorit, sekolah unggul, pakaian
seragam yang itu semua sebenarnya adalah pelabelan terhadap kelas atas. Apakah
pendidikan di Indonesia hanya untuk mengakui kelas sosial saja? Dan apakah
masyarakat kalangan bawah yang hidup di kolong-kolong jembatan misalkan tidak
bisa mengikuti sekolah di sekolah-sekolah favorit? Padahal banyak diantara
mereka secara akademik mampu bersaing dengan yang lain.
Pendidikan
yang kita selama ini sebenarnya adalah hanya transfer ilmu pengetahuan dari
seorang guru kepada siswanya. Hal ini didasari dengan banyaknya guru yang hanya
berorientasi pada target (goal oriented) tanpa adanya proses mendidik yang baik
kepada anak didiknya. Perbedaan antara pendidikan dan pengajaran. Pendidikan
mencakup masalah bagaimana mengembangkan anak didik sebagai manusia individu
sekaligus warga masyarakat, sementara pengajaran adalah hanya bagian dari
kegiatan pendidikan.
Tujuan Pendidikan yang sangat dasar adalah:
(1)
mengembangkan semua bakat dan kemampuan seseorang, baik yang masih anak, maupun
yang sudah dewasa, sehingga perkembangannya mencapai tingkat optimum dalam
batas hakikat orang tadi
(2) menempatkan
bangsa Indonesia pada tempat terhormat dalam pergaulan antar bangsa sedunia.
Maka pendidikan harus diorganisir sesuai dengan prinsip pendidikan yang murni
(the true principles of education).
Pendidikan
yang humanis yang paling menentukan dalam hal ini adalah bagaimana seorang
pengajar mampu mengajarkan ilmu sebagai suatu ilmu empiris kepada anak
didiknya, selain itu pengajar juga harus memiliki empati. Tanpa empati, pengajar
tidak bisa mengajar dengan bergairah, syarat mutlak yang harus dimiliki seorang
pengajar agar pelajar terbuka mata budinya terhadap keindahan ilmu pengetahuan
(pendidikan).
Perbaikan
pendidikan tidak hanya berarti perbaikan masa depan anak didik, melainkan juga
perbaikan bangsa dan negara Indonesia. Karenanya, sesuai dengan konsepsi long
life education pendidikan harus melaksanakan pembinaan sedini mungkin mulai
dari tingkat dasar. Berhasil tidaknya pendidikan pada akhirnya dinilai
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian singkat mengenai bagaimana cara membentuk sekolah yang ideal
dalam Pendidikan di atas dapat disimpulkan.
Pertama, sekolah itu adalah amanat masyarakat, oleh sebab itu untuk
menarik agar diminati masyarakat, maka perlu menggali hal-hal yang dibutuhkan
oleh mesyarakat itu sendiri.
Kedua, pendidikan itu merupakan spesialisasi tersendiri yang asalnya dari
pendidikan keluarga ke pendidikan sekolah, oleh sebab itu perlu dipersiapkan
sarana prasarana yang memadai dan menunjang demi tercapainya output seperti
yang diharapkan.
Ketiga, faktor budaya yang sesuai dengan norma-norma adalah perlu
dipertimbangkan dalam pembentukan sekolah yang ideal, sebab pendidikan itu
sendiri adalah pewarisan budaya.
Keempat, adanya metode dan kurikulum yang tepat sehingga sekolah tersebut
sangat perlu dan mutlak dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat setempat pada
khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa
beberapa hal yang merupakan faktor penunjang dari pembentukan sekolah yang
ideal, disamping ada faktor-faktor lain yang menunjang.
Selain dari hal diatas lingkungan pendidikan sangat berperan dalam
penciptaan sekolah ideal, sebab lingkungan yang juga dikenal dengan institusi,
itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum lingkungan
tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
B. Saran
Mungkin
dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membantu untuk perbaikan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Uyoh Sadulloh, 2007, Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode. Andi Offset.Yogyakarta:1992
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja
Rosdakarya.Bandung:2008
Santoso, S. Imam. Pendidikan Watak, Tugas Utama Pendidikan. UI Press.
Jakarta:1981
Sagala, Syaiful. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
Alfabeta. Bandung:2007
Tim Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2009, Manajemen Pendidikan.
Alfabeta. Bandung:2009
Suryabrata,
Sumadi. Psikologi Pendidikan. Universitas Gajah Mada. Jakarata:1993
Rasyidin, Waini. Filsafat & Teori Pendidikan dengan Pendekatan Humaniora
(Rading ”notes and quotes” dari petikan Internet). (2004)
Rasyidin, Waini.
Filosofi dan Teori Pendidikan untuk Membangun Pendidikan Nasional. Makalah
disajikan pada konaspi VI Jakarta. (2000)
Asmoro, Achmadi.
Filsafat Umum. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2001
Darajat, Zakiah,
DR. Pengembangan Kemampuan Belajar pada Anak-anak. Bulan Bintang, Jakarta:1980
Redja,
Mudyahardjo. Filsafat Ilmu Pendidikan. PT Remaja Rosda Karya. Bandung: 2006
Dahlan, MD.DR, Beberapa Pendidikan Penyuluhan (Konseling). CV. Diponegoro.
Bandung: 1985
M.A, Mudjito, Drs. Guru yang Efektif. Rajawali Pers. Jakarta: 1990
Sutadiputra, Balnadi, Drs. Kompetensi Guru dan Kesehatan Mental. Angkasa.
Bandung:1984
M.Sc, Sastrawijaya, Tresna. Pengembangan Program Pengajaran. Rineka Cipta.
Jakarta:1991
M.A, Nasution, S, Dr, Prof. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan
Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta:1982
P. Koestur, Drs, H. Dinamika dalam Psikologi Pendidikan jilid 2. Erlangga.
Jakarta:1993
Ali, mohammad, Drs. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa.
Bandung:1982
TIM Dosen FIP, IKIP Malang. Dasar-Dasar Kependidikan. Usaha Nasional.
Surabaya-Indonesia:1980
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. PT. Remaja
Rosdakarya.